Prabowo Subianto, Hasrat Berkuasa dan Balas Dendam Masa Lampau

Jakarta,
- Prabowo Subianto untuk ketiga kalinya, maju di pemilihan presiden (Pilpres).
Sejak karirnya terhenti di dunia militer, putra dari Soemitro Djojohadikoesoemo
ini, kemudian terjun ke dunia politik dan nyatanya ada panggung disana.
Nyalinya
pun tak bisa diremehkan, melalui Partai Gerindra, Prabowo tercatat pernah maju
menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Megawati Soekaro Putri,
Ketua Umum PDI Perjuangan di Pilpres 2009.
Walaupun
tak berhasil menangkan suara di Pilpres 2009, Prabowo tak patah arang. Di tahun
2014, ia maju kembali di Pilpres. Kali ini, maju menjadi calon presiden
didampingi oleh Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ke-13,
yang menjadi Ketua Umum PAN.
Dewi
fortuna belum berpihak kepadanya, karena ia kalah suara dengan lawannya yakni
Joko Widodo yang diusung PDI Perjuangan, didampingi Jusuf Kalla.
Prabowo
berhenti? Tidak, karena pada Pilpres tahun ini Prabowo maju kembali menjadi
calon presiden bersama calon wakil presidennya Sandiaga Uno.
Dengan
nomor urut dua, Prabowo akan berhadapan lagi alias rematch dengan lawannya lima
tahun lalu, yakni Joko Widodo.
Jika
dilihat dari sudut pandang nyali, Prabowo memang berani tempur kalah maupun
menang terbukti dari dua Pilpres sebelumnya. Tapi apa sebenarnya yang
melatarbelakangi mantan Danjen Kopassus itu lagi dan lagi, maju dalam
pemilihan?
Hasrat dan Cita-Cita
Menurut
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin,
salah satu yang menjadi alasan Prabowo tak bosan maju dalam Pilpres berkaitan
dengan cita-cita dan hasratnya untuk berkuasa.
"Ini
soal cita-cita dan hasrat. Cita-cita dan hasrat berkuasa. Dan itu sah-sah
saja," ujarnya kepada Tagar News, Selasa (12/4).
Bisa
juga karena Prabowo yang tak punya pilihan dan jalan lain untuk menjadi
presiden. Maka, ikut mekanisme pemilihan menjadi calon presiden yang sudah
diatur negara.
"Bisa
juga karena Prabowo tidak ada pilihan. Karena jika ingin jadi presiden.
Pilihannya ya mencalonkan. Di negara demokratis ini, ingin menjadi presiden
tentu harus ikut kompetisi dalam Pilpres. Dan tidak boleh ada kata
'kudeta'," tandas Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR).
Balas Dendam Masa Lalu
Sama
halnya dengan Ujang Komarudin, Peneliti Politik dari Pusat Penelitian Politik
LIPI Wasisto Raharjo Jati, menilai bahwa Prabowo memang berhasrat duduk di
kursi kekuasaan. Menurutnya, Prabowo punya gejala megalomania.
"Gejala
Megalomania yakni kecenderungan mental politik yang menjadikan figur tertentu
itu orang penting yang berhasrat menduduki jabatan kekuasan," jelasnya
saat dihubungi Tagar News, Selasa (12/3).
Disamping
itu, sebagai tokoh nasional Prabowo hingga kini belum pernah memiliki jabatan
publik.
"Prabowo
adalah tokoh nasional dari lingkar elit Jakarta yang belum pernah dapat posisi
jabatan publik," sambungnya.
Dari
dua faktor yang sudah disebutkan, Wasisto menilai satu hal lagi yang menjadi
latar belakang keberanian Prabowo, yaitu misi pribadi dirinya, balas dendam
masa lampau.
"Latar
belakang keluarga, Prabowo terlahir dari keluarga eksil politik sehingga
membawa misi pribadi tuk jadi Presiden sebagai 'balas dendam masa
lampau'," beber Wasisto.
Balas
dendam masa lampau, yang dimaksud Prabowo adalah memori dirinya bersama
ayahnya, yakni Keluarga Soemitro Djojohadikusumo. Ketika itu Soemitro dibidik
terkait posisinya sebagai menteri keuangan di Kabinet Burhanuddin Harahap
(1955-1956), oleh Soekarno.
"Keluarga
Prabowo itu kan dulunya pendukung PRRI/Permesta yang membuat keluarga ini
diburu oleh rezim Soekarno. Apalagi Prabowo juga terinspirasi pemikiran
ayahnya. Hal itulah yang memicu Prabowo tuk menjadi pemimpin," terangnya.
Pemikiran
ayahnya sedikit banyak mempengaruhi Prabowo, untuk menjalankan misi pembuktian
dirinya. Karena, saat ayahnya yang terkenal sebagai Ekonom itu membangun
ekonomi negara, pada pemerintahan Soekarno, malah diburu negara.
"Pemikiran
ayahnya yang dasarnya membangun ekonomi negara justru malah menjadi eksil dan
diburu di luar negeri," urainya.
Ditambah,
Prabowo yang merasa tidak melakukan kesalahan di dunia militer, malah
diberhentikan. Tindakan Prabowo pasca 1998 versi beliau menyelamatkan negara
tapi malah justru diberhentikan dari militer.
"Nah
dua momen itulah menurut saya menjadi motivasi dan ambisi pribadi beliau jadi
presiden," imbuh Wasisto.
Kalau
saja Prabowo menang Pilpres dan menjadi presiden, jika ia memang dendam di masa
lampau, menurut Wasisto peluang untuk dia 'menghajar' orang-orang di masa lalu
amatlah kecil. Mengingat, Prabowo tak mau sampai namanya tercoreng lagi.
"Saya
kira peluang seperti itu kecil, karena Prabowo sendiri juga tidak mau citranya
tercoreng lagi," tutupnya. [Tagar.id]
0 Response to "Prabowo Subianto, Hasrat Berkuasa dan Balas Dendam Masa Lampau"
Post a Comment