Moeldoko: Saya Harus Tegas, Ini Negara Hukum Bukan Negara Ijtima
Jakarta
- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menanggapi hasil Ijtima Ulama III dan Tokoh
Nasional. Salah satu poin yang ditanggapi Moeldoko adalah adanya desakan kepada
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk
mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01, Joko
Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin.
"Kita
ini sudah ada konstitusi, ada undang-undang, ada ijtima itu gimana ceritanya.
Negara ini kan negara hukum, bukan negara ijtima, ya kan begitu," kata
Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Moeldoko
mempersilakan setiap orang untuk berbicara menyampaikan pendapatnya. Namun, ia
mengingatkan bahwa negara dijalankan di atas konstitusi dan menghormati hukum.
Sehingga, kata dia, hukum yang seharusnya menjadi pedoman. Bukan hasil ijtima.
"Saya harus berani ngomong jelas, karena kalau tidak nanti negara ini
menjadi babaleot enggak karu-karuan."
Ijtima
Ulama dan Tokoh Nasional Ketiga telah selesai dilaksanakan di Hotel Lorin,
Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 1 Mei 2019. Ijtima ulama pro-calon presiden
Prabowo Subianto ini menelurkan lima poin utama yang dibacakan di akhir
musyawarah oleh Ketua Dewan Pengarah Ijtima Ulama 3, Yusuf Martak.
Di
poin pertama, mereka sepakat bahwa di pemilihan presiden 17 April lalu telah
terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur,
sistematis, dan masif. Atas dasar itu, mereka merekomendasikan poin kedua,
yakni agar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno,
untuk mulai bergerak mengajukan keberatas tentang adanya kecurangan.
Pada
poin ketiga, Yusuf Martak dan kawan-kawan mendesak Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendiskualifikasi pasangan
calon presiden dan calon wakil presiden 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin.
Poin
keempat, mereka mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal dan
mendampingi perjuangan penegakan hukum dengan cara syar'i dan legal
konstitusional dalam melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan.
"Termasuk perjuangan pembatalan atau diskualifikasi paslon capres cawapres
01 yang ikut melakukan kecurangan dan kejahatan dalam Pilpres 2019," kata
Martak.
Adapun
poin kelima memutuskan bahwa perjuangan melawan kecurangan, kejahatan, serta
ketidakadilan adalah bentuk amar ma'ruf dan nahi mungkar konstitusional serta
sah secara hukum. Hal ini dilakukan dengan dengan menjaga keutuhan negara
Republik Indonesia dan kedaulatan rakyat. [TEMPO.CO]
Tegakkan hukum, kami masyarakat islam tidak semuanya mendukung orang² berkedok ulama² itu.ulama sejati adalah contoh baik bagi umat,bukan yang begitu itu. Islam itu indah dan damai. Ini negara hukum dengan ideologi Pancasila.tindak tegas...!!!
ReplyDeleteAkur bos... NKRI dan Pancasila serta Undang-undang yg berlaku di NKRI ini adalah suatu Konstitusi yg sudah final dan harga Mati. Terimakasih atas pengakuannya Bos...
Delete