Kisah Segitiga Emas di Kampung Sawah, Muslim dan Kristen Bertoleransi

Tiga
rumah ibadah hadir berdampingan di Jalan Raya Kampung Sawah. Masjid Agung
Jauhar Yasfi, gereja GKP Kampung Sawah, dan gereja paroki St. Servatius,
membentuk apa yang warga setempat sebut segitiga emas.
Kampung
Sawah di Bekasi, Jawa Barat, dikenal sebagai kampung toleransi. Baru-baru ini
kelompok anak muda berkeliling kampung tersebut guna meneladani nilai-nilai
keberagaman.
Dalam
Indeks Kota Toleran 2017 dan 2018, kota-kota di Jabodetabek kerap mendapat
nilai buruk. DKI Jakarta, Bogor, dan Depok masuk dalam kluster bontot nomor 4.
Kota Bekasi membaik ke kluster 3 setelah sebelumnya di kluster 4. Dua gereja
yang ditutup pemerintah kota karena tekanan kelompok intoleran ada di kawasan
ini, yakni HKBP Filadelfia di Bekasi dan GKI Yasmin di Bogor.
Semangat
dua puluhan siswa-siswi SMA ini tidak surut meski siang terik menerpa Kampung
Sawah. Siang itu, peserta dari berbagai agama ini mengunjungi rumah-rumah
ibadah dan bertemu para pemimpin agama. Seorang peserta muslim, Nadya Risma
terkesan dengan perjalanan ini. Dia mengaku baru pertama kali melihat isi
gereja.
“Kesan
pertamanya oh gini toh gereja tuh. Oh begini cara ibadahnya. Oh begini
sejarah-sejarahnya,” ujarnya.
Di
masing-masing rumah ibadah, para peserta belajar langsung sejarah rumah ibadah
dan sepintas ajaran agama tersebut. Tak lupa, para pemuka agama juga
mengedepankan kisah-kisah kebersamaan warga Kampung Sawah yang lintas-agama.
Misalnya, gereja dan masjid saling menyediakan lahan parkir ketika ada hari
raya keagamaan. Rumah-rumah ibadah ini juga saling mengatur volume pengeras
suara ketika ada adzan di hari raya Kristen.
Uniknya
lagi, silaturahmi warga Kampung Sawah dibalut corak budaya Betawi yang kental.
Anak-anak belajar pencak silat, sementara budaya berbalas pantun terus
dilestarikan dalam hari-hari besar. Baju koko dan kopiah pun, yang khas Betawi,
menjadi pakaian umum bagi warga dari agama apapun.
Mendengar
itu semua, Nadya mulai memahami apa itu toleransi di Kampung Sawah.
“Toleransi
di Kampung Sawah itu kayaknya saling menghargai banget. Di sini kan ada tiga
tempat ibadah yang berdampingan. Tadi dikasih tahu sejarah-sejarahnya. Wah,
mereka bisa jaga toleransi,” ungkapnya.
Hal
senada disampaikan peserta Kristen Protestan, Renata Yufian, yang mengatakan
telah mempelajari banyak hal baru.
“Sebenarnya
sih awalnya ikutnya karena dipaksa ya. Tapi setelah ikut ternyata bisa menambah
pengalaman, ya wawasannya jadi lebih luas,” ujarnya yang mengaku terkesan
dengan tempat ibadah agama lain.
Selain
tiga rumah ibadah itu, mereka juga mengunjungi Vihara Tridharma Pondok Gede dan
Pura Satya yang semuanya di sekitar Kampung Sawah.
Tur
Kampung Sawah Berupaya Tanamkan Toleransi
Tur
budaya ini sangat baik untuk menanamkan jiwa kebersamaan, ujar Wakil Ketua
Dewan Paroki Servatius, Mathius Nalih Ungin, yang menyambut anak-anak ini di
gereja katolik.
“Artinya
dalam kondisi yang semuda ini sudah diajak untuk tur budaya dan religi. Karena
masing-masing bisa mengunjungi tempat-tempat ibadah dari masing-masing agama
khususnya yang ada di Kampung Sawah,” ungkapnya saat menyambut para peserta.
Rahmaddin
Afif, tokoh Islam yang juga pengurus masjid Jauhar Yasfi, mengatakan nilai
toleransi harus ditanamkan kepada kelompok muda. Sebab, mereka adalah generasi
penerus.
“Tanamkan
bahwa semua kita adalah sebangsa dan setanah air itu bersaudara. Itu saja pesan
kita,” ujarnya selepas menyambut para peserta di masjid.
Penyelenggara
tur, Koko Jali dan Yakoma PGI, berharap tur ini bisa jadi ruang perjumpaan
antara jemaat di akar rumput. Sebab selama ini toleransi beragama biasanya
dilakukan di level tokoh agama.
“Yang
harus dilakukan itu bukan hanya tokoh-tokoh agamanya. Kalau tadi kita banyak
ngobrol dan lihat, mereka selalu bilang tokoh-tokoh agamanya saja yang ketemu.
Tapi jarang sekali jemaatnya untuk saling bertemu. Nah makanya ini bagian Kecil
untuk terus dilestarikan,” ujar Max Andrew, panitia acara.
Wisata
toleransi di Kampung Sawah sebelumnya sudah digelar dua kali untuk masyarakat
umum. Ke depan, kunjungan ke rumah ibadah ini akan diperluas ke kota-kota lain
di Jabodetabek.
“Wisata
toleransi ke depan akan terus kita lakukan di sekitar simpulnya Jabodetabek.
Kita ingin tunjukkan bahwa tiap sudut-sudut Jakarta, Bogor, Tangerang itu punya
sudut-sudut damai,” jelasnya.
Sumber:
www.voaindonesia.com/Suara.com
0 Response to "Kisah Segitiga Emas di Kampung Sawah, Muslim dan Kristen Bertoleransi"
Post a Comment