UU Tipikor Memungkinkan Koruptor Dihukum Mati

Aktivis
Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina, mengatakan, hukuman mati pada
tersangka korupsi dapat dilakukan. Hal itu tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Dalam
UU Tipikor, memungkinkan saja kalau dilakukan saat keadaan tertentu. Salah
satunya bencana nasional," ujar Almas, dalam keterangannya, Selasa, 1
Januari 2019.
Korupsi
di tengah kondisi bencana merupakan salah satu dari beberapa kategori kondisi
yang bisa membuat seseorang dijatuhi hukuman mati. Di mana dampak kerugian yang
ditimbulkan dari korupsi menjadi sangat besar dan luas.
Seperti
diketahui, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan, setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling
banyak Rp1 miliar.
Selanjutnya,
pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat
dijatuhkan.
Pada
penjelasan Pasal 2 ayat (2) tercantum, bahwa yang dimaksud dengan 'keadaan
tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan
pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana
tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan
bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang
meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak
pidana korupsi.
KPK
sebelumnya akan mengkaji penerapan hukuman mati dalam kasus suap di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), terkait proyek pembangunan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017-2018. Proyek yang dikorupsi itu
diduga berada di lokasi terdampak gempa dan tsunami di Donggala, Palu, Sulawesi
Tengah.
Wakil
Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya bakal mempelajari lebih lanjut
aturan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebab, dalam pasal tersebut tercantum jika dalam keadaan tertentu, pelaku
korupsi bisa dipidana mati.
Dalam
perkara ini, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka. Sebagai pihak
pemberi diantaranya, Direktur Utama PT Wijaya Kesuma Emindo (WKE), Budi
Suharto; Direktur PT WKE, Lily Sundarsih; Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa
(TSP), Irene Irma; Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo.
Kemudian
sebagai pihak penerima, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare; PPK SPAM
Katulampa, Meina Woro Kusrinah; Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat, Teuku Moch
Nazar; dan PPK SPAM Toba I, Donny Sofyan Arifin.
Anggiat,
Meina, Nazar dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait
proyek pembangunan SPAM tahun 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuruan, Lampung, Toba 1
dan Katulampa. Sementara dua proyek lain yang juga diatur lelangnya yakni
pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di
Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Anggiat
diduga menerima total fee sebanyak Rp850 juta dan USD5 ribu, Meina menerima
Rp1,42 miliar dan USD22 ribu. Kemudian, Nazar menerima Rp2,9 miliar dan Donny menerima
170 juta.
Sumber
: metrotvnews.com
0 Response to "UU Tipikor Memungkinkan Koruptor Dihukum Mati"
Post a Comment