Benny Wenda Dituding Dalang Kerusuhan Papua, Begini Rekam Jejaknya

Jakarta
- Benny Wenda disebut pihak Istana Kepresidenan RI, sebagai dalang kerusuhan di
Papua pada Agustus lalu. Lantas, siapakah sebenarnya Benny Wenda?
Benny
merupakan pria kelahiran Papua, yang kini menjadi warga negara Inggris. Hingga
kini, ia mengklaim sebagai pemimpin gerakan Papua Merdeka, meski tak diakui
oleh milisi OPM di Papua. Sedangkan bagi pemerintah, Benny disebut sebagai
pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua.
Berikut
rekam jejak Benny Wenda yang dituding sebagai dalang kerusuhan di Papua,
dirangkum dari berbagai sumber:
1. Latar Belakang
Benny
adalah putra Suku Lani di Lembah Baliem, Papua. Banyak yang menyebut dia lahir
di tanggal yang sama dengan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia, yakni 17
Agustus. Kelahirannya sekitar 29 tahun setelah tahun kemerdekaan RI.
Namun
di situs webnya, Benny tak menyebut tanggal dan tahun kelahirannya, dia hanya
menuliskan lahir pada dekade '70-an. Ia mengaku dibesarkan dalam suasana damai
di alam pegunungan, namun suasana di desanya berubah sejak 1977, yakni saat
militer hadir di desanya. Benny menambahkan pengakuannya bahwa terjadi
bentuk-bentuk kekerasan saat masa kecilnya.
Benny
mengenyam pendidikan di Indonesia. Saat SMA, dia adalah satu dari dua saja
orang Papua di dalam kelas. Dia mengaku mengalami perlakuan tidak mengenakkan
dari teman-teman saat masa remajanya itu.
Dia
menyimpulkan bullying ini adalah bentuk rasisme. Dia mengaku pernah diludahi
teman perempuannya dan ditertawakan teman-teman sekelas. Pendidikannya terus
berlanjut. Dia mengaku sebagai lulusan ilmu sosiologi dan politik di salah satu
universitas di Jayapura.
2. Pemimpin Gerakan Separatis
Meletusnya
Reformasi 1998 ternyata membawa angin perubahan bagi gerakan Papua Merdeka.
Dimana kontrol militer di Papua menjadi longgar.
Bendera-bendera
Bintang Kejora mulai berkibar di Papua. Bahkan Benny menyebut tahun 1999-2000
sebagai 'musim semi Papua', karena pemerintah pusat mulai membuka dialog dengan
tokoh-tokoh Papua.
Kemudian
dibentuklah Presidium Dewan Papua (PDP). Benny tampil sebagai Sekretaris
Jenderal Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (Demmak) yang pro-kemerdekaan
Papua, menolak otonomi khusus, serta menolak kompromi dengan pemerintah
Indonesia, namun mendukung PDP.
Pada
7 Desember 2000, pihak pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa Benny terlibat
penyerangan Markas Polsek Abepura. Penyerangan tersebut menimbulkan korban jiwa
dan kerusakan bangunan. Enam orang yang terdiri dari polisi dan masyarakat
sipil tewas dalam serangan itu. Senjata dan amunisi pun dicuri dari Mapolsek
Abepura.
3. Dipenjara
Dalam
buku 'Updating Papua Road Map' yang disunting Suma Riella Rusdiarti dan Cahyo
Pamungkas, dijelaskan perihal penangkapan Benny. Pada 6 Juni 2002, Benny
ditangkap dan ditahan di Jayapura.
Tuduhan
yang dikenakan adalah mengajak massa menyerang sebuah kantor polisi dan
membakar dua toko di Abepura pada 7 Desember 2000. Benny dihadapkan ke
pengadilan pada 24 September 2002. Dikatakan di buku tersebut, Benny mengalami
penyiksaan di dalam tahanan, dan mendapat rumor bahwa dirinya akan segera
dibunuh di tahanan. Akibat hal itu, Benny takut mengonsumsi makanan penjara
karena khawatir diracun.
4. Kabur Ke Inggris
Pada
27 Oktober 2002, Benny membobol jeruji besi dan kabur dari Lembaga
Pemasyarakatan Abepura. Kepada The Guardian, Benny mengaku menjebol lubang
ventilasi dan merangkak ke luar. Dia kemudian dilarikan teman-temannya
menyeberang ke negara di sebelah timur Jayapura, yakni Papua Nugini. Berkat
bantuan kelompok LSM Eropa, Benny bisa kabur sampai Inggris.
Dalam
buku 'Papua Berdarah: Kesaksian seorang Fotografer di Papua Barat yang Lebih
dari 30 Tahun' karya Peter Bang, Benny mendapat bantuan dari pengacara
Australia Jennifer Robinson, dan mendapatkan perlindungan dari Inggris, pada
tahun 2003.
5. Diburu Interpol
Pada
2011, Interpol menerbitkan red notice untuk Benny Wenda, artinya Benny Wenda
diburu aparat internasional. Red notice dikeluarkan karena salah satu dari 190
negara anggota menginginkan seseorang itu untuk ditangkap dan diekstradisi.
Interpol
mengatakan red notice diterbitkan oleh Polisi Papua karena Benny terlibat
tindak kriminal menggunakan senjata/bahan peledak. Pada 6 Agustus 2012,
Interpol menghapus nama Benny Wenda dari daftar red notice-nya. Penghapusan itu
dilakukan Komisi Pengendalian Berkas Interpol (CCF).
6. Membangun Aliansi
Benny
dan rekan-rekan seideologinya kemudian berkumpul di Vanuatu. Di negara yang
terletak di Samudera Pasifik ini, mereka mendirikan Serikat Gerakan Pembebasan
untuk Papua Barat (ULMWP) pada 7 Desember 2014. Benny Wenda menjadi juru bicara
ULMWP. Organisasi ini mendapatkan status pemantau (observer) Melanesian
Sparehead Group (MSG), namun Indonesia sendiri juga menjadi anggota di MSG.
Pada
Juli 2019, Benny dengan ULMWP-nya mengklaim telah berhasil menyatukan tiga
kelompok milisi separatis di Papua. Tiga kelompok bersenjata yang bersatu itu
termasuk Tentara Revolusi Papua Barat (TRWP), TNPB/OPM dan Tentara Pembebasan
Nasional Papua Barat (TPNPB). Nama terakhir adalah yang menewaskan puluhan
orang di proyek Jalan Trans Papua di Nduga. ULMWP menyatakan sebutan untuk
semua faksi militer itu sebagai Tentara West Papua (West Papua Army). Namun
Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru menolak klaim baru yang dibuat ULMWP
berkenaan dengan tuduhan merger tentara West Papua.
7. Kampanyekan Free West Papua
Benny
Wenda membuat sebuah kampanye dalam situs freewestpapua.org. yang diluncurkan
pada tahun 2004 di Oxford, Inggris. Free West Papua kemudian berkembang menjadi
organisasi sukarela dan memiliki kantor di Oxford.
Selain
di Inggris, Free West Papua juga memiliki markas di Den Haag (Belanda), Port
Moresby (Papua Nugini), dan Perth (Australia). Mengutip dari freewestpapua.org,
tujuan dari kampanye tersebut adalah memberikan rakyat Papua Barat kebebasan
untuk memilih nasib mereka sendiri melalui referendum.
8. Dapat Penghargaan Dari
Oxford
Keputusan
Dewan Kota Oxford memberikan penghargaan Kebebasan Kota (Freedom of the City)
kepada separatis Papua Benny Wenda, dikecam keras Pemerintah Republik
Indonesia. KBRI menyampaikan, pemberian penghargaan kepada Benny mengurangi
kredibilitas Oxford sebagai pusat pendidikan terkemuka di Dunia. Indonesia
menilai penghargaan itu memperlihatkan salah kaprahnya penilaian Oxford tentang
Benny.
Kemlu
telah menyampaikan pernyataan Pemerintah RI terkait penghargaan terhadap Benny
Wenda, yakni:
1.
Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam
mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apapun.
2.
Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada
seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam
jejak kriminal di Papua.
3.
Pemberian award ini menunjukkan ketidakpahaman Dewan Kota Oxford terhadap sepak
terjang yang bersangkutan dan kondisi provinsi Papua dan Papua Barat yang
sebenarnya, termasuk pembangunan dan kemajuannya.
4.
Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia
tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI.
9. Dituding Memprovokatori
Kerusuhan di Papua
Yang
terbaru, kasus kerusuhan yang terjadi di Papua pada Agustus lalu. Banyak pihak
yang menduga kaitan tokoh asing di belakang layar. Namun, baru-baru ini pihak
Istana menyebut nama Benny Wenda sebagai dalangnya. [detik.com]
0 Response to "Benny Wenda Dituding Dalang Kerusuhan Papua, Begini Rekam Jejaknya"
Post a Comment