Kontroversi TGUPP Era Anies, Jumlah Anggota Membengkak dan Digaji Menggunakan APBD
JAKARTA,
- Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) menjadi sorotan belakangan
ini setelah keluarnya Alvin Wijaya dari formasi anggota TGUPP.
Isu
yang beredar, Alvin dipecat oleh Gubernur Anies Baswedan terkait
keterlibatannya dalam mafia jabatan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov)
DKI Jakarta.
Namun,
hal ini dibantah oleh Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) DKI Tri Indrawan.
Meski
demikian, Tri tidak mengungkapkan alasan pengunduran diri Alvin yang sudah
menjadi bagian dari TGUPP sejak Maret 2018. Menurutnya, Bappeda hanya memiliki
kewenangan administrasi.
"Kami
bicaranya administrasi (saja) karena kami tugasnya itu," ujar Tri, Senin
(24/5/2021).
TGUPP
juga sempat dituding menjadi penyebab di balik enggannya ratusan pegawai negeri
sipil DKI Jakarta mengikuti lelang 17 jabatan tingkat eselon II yang digelar
baru-baru ini.
Ketua
Fraksi PDI-P DKI Jakarta Gembong Warsono menduga, ratusan PNS itu enggan ikut
lelang jabatan karena perannya nanti tetap akan didominasi oleh tim khusus
Anies tersebut.
"Perannya
(TGUPP) terlalu sentral. Peran yang terlalu (besar) itu tidak menimbulkan animo
PNS khususnya eselon II dan III untuk naik jabatan," ujar Gembong, Selasa
pekan lalu.
Jumlah anggota dan anggaran
membengkak
TGUPP
sudah ada sejak era pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada tahun 2014.
Tim
non-perangkat daerah yang berkedudukan di bawah gubernur ini awalnya hanya
berjumlah 7 orang, kemudian meningkat menjadi 9 orang di masa kepemimpinan
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Namun,
di masa kepemimpinan Anies Baswedan pada tahun 2017, jumlah anggota TGUPP
melonjak drastis menjadi 74 orang, seperti dicatat Harian Kompas.
Dengan
meningkatnya jumlah anggota, anggaran yang dikeluarkan untuk TGUPP pun otomatis
meningkat tajam.
Anggota
DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI William Aditya Sarana menyoroti besaran anggaran
TGUPP yang mencapai Rp 26 miliar di tahun anggaran 2020.
Di
awal pembentukannya, anggaran untuk TGUPP hanya sebesar Rp 1 miliar.
William
mengatakan, hal tersebut sebagai pemborosan anggaran. Pasalnya, banyaknya
anggaran dan personel TGUPP tidak mencerminkan kinerja Gubernur.
DPRD
DKI sendiri mengalami kseulitan untuk melakukan pengawasan terhadap anggaran
TGUPP karena tim ini bukan merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
"Dilemanya
di sini, sudah anggaran besar, hasilnya enggak ada. Kita enggak bisa mengawasi,
akhirnya bisa jadi TGUPP jadi bagi-bagi kursi jabatan saja," tuturnya,
seperti dilansir Tribunnews.com.
Digaji menggunakan APBD
Jika
sebelumnya TGUPP digaji menggunakan biaya operasional gubernur, pada era Anies
Baswedan, TGUPP digaji menggunakan APBD dengan pos anggaran khusus.
Ini
kemudian mendapat kritikan dari berbagai pihak, termasuk DPRD DKI.
Gembong
Warsono dari Fraksi PDI-P mengatakan, TGUPP melekat kepada gubernur. Oleh
karenanya, wajar jika tim ini digaji dengan anggaran gubernur.
"Karena
ini melekat pada gubernur ya sudah alokasi anggarannya tempelin saja dengan
anggaran gubernur. Kan sederhana, sehingga tidak membebani APBD kita,"
ujarnya.
Sumber
: KOMPAS.com
0 Response to "Kontroversi TGUPP Era Anies, Jumlah Anggota Membengkak dan Digaji Menggunakan APBD"
Post a Comment