Arteria Dahlan Sebut UU Cipta Kerja Harus Ubah Cara Berpikir Buruh
Jakarta
- Anggota Panja RUU Cipta Kerja dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan menegaskan
dengan adanya UU Cipta Kerja, paradigma cara berpikir buruh perlu ada
perubahan. Buruh harus menempatkan dirinya untuk tidak selalu menerima upah
minimum yang ditetapkan.
"Kami
mendapatkan penugasan dan amanah dari pembina fraksi sekaligus Ketua DPR RI Ibu
Puan Maharani, bahwa dalam membahas RUU Cipta Kerja, harus dapat membawa
manfaat bagi rakyat. Manfaat Kepentingan umum untuk masyarakat, pengusaha dan
Pemerintah," ujar Arteria dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).
Menurutnya
bagi PDIP, kepentingan rakyat adalah hukum dan orientasi fraksi dalam membahas
omnibus law. Arteria mengatakan pihaknya paham lewat RUU Cipta Kerja ini maka
kinerja Pemerintah bisa lebih efektif.
"Kami
paham bahwa lewat RUU Cipta Kerja ini maka kinerja pemerintah bisa lebih
efektif. Lewat transformasi pasca COVID-19 yang tantangannya adalah mempermudah
lapangan kerja," ungkapnya.
Maka
dari itu dibutuhkan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan peraturan
perundangan. Pasalnya, regulasi saat ini tumpang tindih dan harus ada
efektivitas birokrasi.
"Kami
juga memahami suasana kebatinan pekerja, karena RUU ini berhubungan langsung
dengan buruh. Ada 10 critical issue di RUU ini. Makanya pembahasan
ketenagakerjaan ini dibahas terakhir. Ini dilakukan untuk menampung dan
menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya, agar buruh puas dan menghasilkan formula
yang menguntungkan semua pihak," jelasnya.
Ia
mengaku dari semua elemen buruh dan serikat pekerja juga federasi semua sudah
dimintai masukan. Menurut Arteria, hal itu tidak mudah karena semuanya ada
irisan.
"Bagaimana
pun kita wajib melindungi buruh dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Ini
hubungannya dengan pekerja yang existing. Namun kita juga dituntut pula
menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. Kita juga harus memberikan insentif
berusaha dan kemudahan investasi," papar Arteria.
Arteria
mengatakan ramuan yang didapat dari semua masukan diyakini tidak dapat
memuaskan 100 persen pihak, namun ia berpendapat secara pribadi setelah
mengikuti sejak awal, minimal 98 persen sudah terakomodir.
Menurutnya,
pembahasan 15 bab dan 11 klaster yang paling bising adalah klaster
ketenagakerjaan. Namun ia menyebut akhirnya semua yang diinginkan serikat
pekerja diakomodir, bahkan aturannya dikembalikan ke UU existing, kecuali
komponen upah dan pesangon.
Arteria
mengatakan jika komponen upah ini dibaca dan dicermati lebih jauh lagi, maka
tak ada bedanya dengan UU yang lama. Misalnya tentang upah minimum kabupaten/kota
(UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).
"Policy
soal ini bukannya hilang. Tapi intinya bagaimana memindahkan paradigma lama ke
paradigma baru," tutur Arteria.
Maka
dari itu Arteria mengatakan perlu adanya dialog sosial antara pengusaha dan
pekerja. Dialog tak harus selalu pada tuntutan UU, karena UU itu hanya
memberikan batas minimal dan ia menegaskan jika sebenarnya buruh tidak layak
mendapatkan batasan minimal.
Ia
mengatakan buruh harus bicara dengan pengusaha karena pengusaha yang tahu skill
dan kompetensi buruh serta cash flow perusahaan dan badan usahanya.
"Jadi
konsep upah itu tidak terganggu. Tapi paradigma berpikirnya yang kita coba
ubah," tambah Arteria.
Arteria
juga menjelaskan RUU Cipta Kerja memastikan ada jaminan kuota 6 persen yang
dibayar Pemerintah. Pemerintah akan memberikan suntikan sebesar Rp 6 triliun
kepada BPJS untuk JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan).
Ia
mengungkapkan konsep dari RUU ini tidak mengurangi hak buruk, banyaknya yang
menguntungkan. Pihaknya mendasarkan pada pembahasan hal-hal yang substantif.
Sementara untuk masalah outsourcing, PKWT dan lain-lain juga sudah dikembalikan
ke UU nomor 13 yang lama.
"Kami
mohon dicermati agar buruh juga bisa paham tentang UU Cipta Kerja ini,"
ujar Arteria.
Sumber
: detik.com
0 Response to "Arteria Dahlan Sebut UU Cipta Kerja Harus Ubah Cara Berpikir Buruh"
Post a Comment