RKUHP Ditunda, Gerindra, PKS Dan PAN Meradang, Gagal Jebak Jokowi?

Keputusan
Jokowi untuk menunda pengesahan RKUHP ternyata tidak dapat diterima oleh semua
fraksi yang ada di DPR. Jokowi sebelumnya memutuskan untuk menunda pengesahan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disusun DPR dan
pemerintah ini setelah mendapati ada 14 Pasal bermasalah yang harus dikaji
ulang.
“Saya
lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal,” kata Jokowi
di Istana Bogor, Jumat 20 September 2019.
Oleh
sebab itu Jokowi lalu meminta pengesahan RKUHP ditunda dan tidak dilakukan oleh
DPR periode ini yang akan habis masa tugasnya pada 30 September mendatang.
Keputusan
itu membuat para anggota dewan khususnya yang dari bekas koalisi Adil dan
Makmur, meradang.
Anggota
Panitia Kerja (Panja) Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) fraksi
PKS, Nasir Djamil tak sepakat dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang
menunda pengesahan RKUHP.
“Sebaiknya
jangan ditunda,” ujar Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 20
September 2019.
Menurut
Nasir, penundaan tidak perlu dilakukan. Kalaupun ada penyesuaian, itu bisa
diselesaikan segera antara pemerintah dengan DPR.
“Jadi
pemerintah dan DPR menunda pengambilan keputusan tingkat dua. Saya yakin dalam
waktu singkat bisa diselesaikan yang belum sesuai itu,” kata Nasir.
Sementara
sikap lebih keras ditunjukkan oleh Anggota Komisi III DPR sekaligus panitia
kerja (Panja) RUU KUHP Muslim Ayub, yang mengaku kecewa dengan Presiden Joko
Widodo (Jokowi) karena meminta pengesahan RUU KUHP ditunda. Muslim menilai
Jokowi tidak memahami aturan.
“Kita
kecewa besar yang dilakukan presiden. Presiden tidak mengerti aturan. Memangnya
kita tidak memiliki aturan di DPR? Minimal fraksi-fraksi dipanggil, kita duduk
lagi dengan Menkum HAM, pasal mana yang tidak sesuai. Masak tiba-tiba menunda?
Padahal pleno tingkat I sudah sah, paripurna tingkat II hanya simbolis saja,”
kata Muslim kepada wartawan, Sabtu 21 September 2019.
Sekretaris
F-Gerindra DPR Desmond Junaidi Mahesa, Jumat 20 September 2019, mengaku heran
Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RKUHP ketika mulai mendapat banyak protes
dari masyarakat. Dia mengaku tidak terima dengan tindakan tersebut.
“Jadi
presiden ini kan nggak peka, nggak peka dalam konteks, ya pemerintahnya ini
nggak beres, harusnya dikonsultasikan dulu,” sebut Desmond.
Lho
kok malah marah-marah menuduh presiden gak peka? Justru karena presiden peka
lah makanya RKUHP ini ditunda.
Seperti
yang kita ketahui, keputusan Jokowi yang menerbitkan Surpres tentang RUU KPK
sehingga akhirnya disahkan menjadi UU. Tak dapat dipungkiri telah menimbulkan
pro kontra tidak hanya di masyarakat namun juga membelah pendukungnya sendiri.
Sepertinya
celah ini dilihat dan dimanfaatkan benar oleh Gerindra, PAN dan PKS. Bila
anggota dewan lainnya mengejar penyelesaian berbagai RUU tersebut sebagai upaya
untuk memenuhi target. Maka ketiga partai oposisi ini sepertinya ingin
mempertajam ketidakpuasan masyarakat terhadap Jokowi, semaksimal mungkin
melalui pengesahan berbagai RUU kontroversial tersebut.
Itu
sebabnya ketika Jokowi meminta penundaan pengesahan, anggota DPR lainnya dapat
menerima dengan baik, yang meradang malah anggota dewan dari Gerindra, PKS dan
PAN. Karena bisa jadi rencana untuk mengadu domba antara pemerintah khususnya
presiden dengan rakyat terancam gagal.
Saya
tidak bisa membayangkan bila presiden tetap menyetujui pengesahan RKUHP di mana
banyak terdapat pasal-pasal kontroversial nan tak masuk di akal bermunculan.
Sebagai
contoh, Dalam RKUHP yang baru, pada Pasal 432, mengancam denda Rp1 juta
terhadap perempuan yang bekerja dan pulang malam, pengamen, tukang parkir,
orang dengan disabilitas psikososial yang ditelantarkan keluarga, serta anak
jalanan.
Ini
hukuman yang sangat tidak masuk akal, dari mana coba, seorang gelandangan bisa
membayar uang Rp1 juta? Lalu ada juga pasal larangan Aborsi atau menggugurkan
kandungan yang diatur oleh Pasal 251, 470, 471, dan 472 RUU KUHP.
Dalam
pasal itu anehnya tidak memberikan ancaman pidana kepada dokter yang
menggugurkan kandungan korban perkosaan, tetapi malah memenjarakan korban
perkosaan itu sendiri.
Itu
ibaratnya si korban sudah jatuh tertimpa tangga, tertimpa lemari, tertimpa
kulkas plus tertimpa atap rumah.
Uniknya
begitu masuk ke pasal-pasal yang berkaitan dengan korupsi yang langganannya
adalah anggota dewan yang terhormat. Yaitu di Pasal 604, 605, dan 607. Ancaman
pidananya malah menjadi lebih ringan yakni minimal dua tahun penjara. Padahal
dalam KUHP lama, hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi minimal empat tahun
penjara.
Bukan
cuma itu saja, RKUHP pun sudah tidak mengadopsi pengaturan khusus yang selama
ini ada dalam UU Tipikor. Khususnya pasal 15; Percobaan, pembantuan, atau
pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi yang akan dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana tindak pidana korupsi yang bersangkutan
selesai dilakukan (delik penuh).
Bangsat
kan?
Bisa
jadi contoh yang saya sebutkan di atas adalah merupakan bagian dari 14 pasal
yang disebut bermasalah, oleh Jokowi yang melihat “jebakan” itu.
Makanya
Jokowi minta ditunda, bila tidak, fatal akibatnya. Friksi yang tercipta antara
presiden dengan masyarakat tentu akan semakin dalam dan melebar.
Tidak
mustahil ketidakpuasan itu akan ditunggangi dan dimanfaatkan oleh kelompok
radikal yang memiliki kekuatan massa di akar rumput dan politisi busuk untuk
menjegal Jokowi yang saat ini sedang menuju pelantikannya untuk periode ke dua
di bulan Oktober 2019 nanti.
Toh
sudah santer terdengar bila munculnya berbagai keributan selama ini tidak lepas
dari upaya pihak-pihak tertentu yang resah dan gelisah melihat agendanya
mengganti ideologi terancam gagal atau terancam kemarau berkelanjutan bagi para
koruptor. Karena akan dipimpin lagi oleh Jokowi untuk lima tahun mendatang.
Dengan
menunda pengesahan RKUHP dan dipelajari kembali, Jokowi telah berhasil
menggagalkan jebakan yang sudah disiapkan oleh lawan-lawannya.
Semoga
Jokowi mau bertindak bijak dengan menunda pengesahan semua RUU hingga DPR
periode baru untuk dipelajari lebih lanjut. [indovoices.com]
Bagaimana
pendapat anda?
#rakyatbersamajokowi
ReplyDeleteayo pak jokowi lawan terus orang orang jahat itu ada di dpr