PK Ditolak, Nasib Ahok Bergantung Pada Jokowi. Akankah Jokowi Mengabulkan ?

Berita
Pojok - Harapan Basuki Tjahaja Purnama meminta keringanan hukuman sebagai
narapidana pupus setelah Mahkamah Agung (MA) menolak upaya Peninjauan Kembali yang
diajukannya, Senin (26/3/2018). Pria yang akrab disapa Ahok itu hanya bisa
berharap kepada Presiden Jokowi mengampuni dirinya melalui mekanisme grasi atau
amnesti.
Upaya
hukum tak bisa lagi diambil karena Ahok sudah melewatkan kesempatan mengajukan
banding atau kasasi atas putusan kasusnya. Alih-alih mengajukan banding, ia
justru mengajukan PK ke MA pada 2 Februari 2018. PK diajukan hampir setahun
setelah vonis untuk Ahok dibacakan, pada 9 Mei 2017.
Pakar
hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar berkata, PK
merupakan langkah hukum terakhir yang bisa ditempuh seorang terpidana untuk
mendapat keringanan. Sebelum pengajuan PK, terpidana bisa menempuh upaya hukum
biasa, yakni banding di Pengadilan Tinggi atau kasasi di MA.
Banding
harus diajukan maksimal tujuh hari setelah vonis dibacakan. Langkah hukum itu
bisa didaftarkan ke Pengadilan Tinggi seperti diatur Pasal 233 ayat (1) dan (2)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Setelah
itu, jika belum puas dengan putusan banding di Pengadilan Tinggi, terpidana
bisa mengajukan kasasi ke MA maksimal 14 hari setelah putusan banding
dibacakan. Aturan mengenai pengajuan kasasi terdapat dalam Pasal 245 KUHAP.
“PK
tidak ada batas waktu pengajuannya. Hanya dibatasi 180 hari sejak "keadaan
baru" [bukan novum] diketahui, atau sejak ditemukan kekeliruan hakim, atau
adanya pertentangan dalam putusan,” kata Fickar kepada Tirto.
Peluang Grasi atau Amnesti Usai
PK Ditolak
MA
menolak pengajuan PK Ahok pada Senin (26/3/2018). Sidang PK itu dipimpin Ketua
Majelis Hakim, Artidjo Alkostar dengan anggota Hakim Agung, Salman Luthan dan
Sumardijatmo. Hingga artikel ini ditulis, MA belum merilis pertimbangan mejelis
hakim menolak upaya PK itu.
Kuasa
hukum Ahok mengajukan upaya PK karena dugaan kekhilafan hakim Dwiarso Budi
Santiarto dalam kasus itu. Mereka juga menjadikan putusan perkara Buni Yani pada
November 2017 sebagai dasar pengajuan PK.
Menurut
Fickar, besar kemungkinan pengajuan PK Ahok ditolak karena tak memenuhi syarat.
Alasan jelas penolakan PK dapat diketahui setelah MA merilisnya.
“Sangat
mungkin argumen atau alasan yang dikemukakan oleh pengacara Ahok tidak dapat
dikualifikasi sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi,” kata Fickar.
Setelah
kehilangan kesempatan membela diri melalui jalur hukum, kata Fickar, Ahok dapat
mengajukan permohonan ampun kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Permohonan
itu dikenal dengan istilah grasi, yaitu pengampunan yang diberikan Presiden
kepada terpidana. Pengampunan dapat berupa perubahan, peringanan, pengurangan,
atau penghapusan pidana.
Pasal
2 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi mengatur, pengajuan ampun bisa
diberikan terpidana yang mendapat vonis hukuman mati, penjara seumur hidup,
atau penjara minimal dua tahun.
Jika
melihat syarat-syarat sesuai beleid tersebut, Ahok memenuhi syarat pengajuan
grasi itu. Dalam konteks ini, mantan Gubernur DKI Jakarta itu divonis penjara
dua tahun dalam kasus penistaan agama yang menjeratnya.
“Grasi
bisa juga untuk mengurangi hukuman, tidak bisa menghapus kesalahan,” kata
Fickar.
Namun
demikian, sebelum memutuskan grasi, Presiden akan mendapat nasihat hukum dari
MA. Pemberian masukan itu diatur dalam Pasal 35 UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan UU MA.
Selain
grasi, Ahok juga bisa menerima amnesti dari Jokowi. Amnesti adalah pengampunan
Presiden tanpa harus menunggu pengajuan dari terpidana.
Pengaturan
amnesti terdapat di UU Darurat RI Nomor 11 Tahun 1954. Pasal 1 beleid itu
mengatur, amnesti bisa diberikan Presiden "setelah mendapat nasihat
tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan
Menteri Kehakiman [sekarang Menkum HAM]."
Pemberian Grasi: dari Ola
Hingga Antasari
Pemberian
grasi oleh Presiden kepada narapidana bukan hal baru. Presiden RI ke-6 Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) misalnya, pada 2012 lalu pernah memberi pengampunan
terhadap terpidana mati kasus narkoba Meirika Franola alias Ola.
Grasi
dari SBY saat itu mengurangi hukuman Ola menjadi penjara seumur hidup. Sayang,
setelah diberi grasi, sang terpidana justru tetap mengedarkan narkoba dari
dalam bui. MA pun kembali menjatuhkan hukuman mati terhadap Ola pada Desember
2015.
SBY
juga pernah mengabulkan grasi Schapelle Leigh Corby, terpidana 20 tahun kasus
penyelundupan ganja 4,2 kilogram ke Bali pada 8 Oktober 2004. Saat itu, Corby
mendapatkan grasi berupa pemotongan masa hukuman lima tahun.
Setelah
SBY, Jokowi juga pernah memberikan grasi kepada narapidana. Pengampunan
diberikan kepada lima tahanan politik dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) saat
Jokowi berkunjung ke Lapas Abepura, Provinsi Papua, 9 Mei 2015.
Jokowi
juga mengabulkan permohonan grasi terpidana mati kasus pembunuhan di Pekanbaru,
Riau, Dwi Trisna Firmansyah. Hukuman pidana mati bagi Dwi menjadi pidana seumur
hidup karena pengampunannya.
Terakhir,
Mantan Wali Kota Solo itu mengabulkan permohonan grasi yang diajukan mantan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Pengurangan masa
hukuman 6 tahun penjara diberikan Jokowi terhadap Antasari. Karena grasi
Jokowi, Antasari bebas bersyarat pada November 2016.
Berdasarkan
data yang dihimpun Tirto, MA kerap memberi pertimbangan grasi untuk Presiden
setiap tahun. Pada 2015 lalu, tercatat 38 pertimbangan diberikan lembaga itu.
Setahun sebelumnya, MA memberi 82 rekomendasi kepada Presiden.
Jumlah
pertimbangan grasi terbanyak yang diberikan MA dalam kurun 2010-2015 terjadi
pada tahun 2010. Saat itu, MA memberi 309 rekomendasi grasi kepada Presiden.
Meski
peluang grasi atau amnesti masih terbuka, akan tetapi Ahok belum dipastikan
akan memohon ampun kepada Jokowi. Pengacara Ahok Josefina A. Syukur berkata,
pihaknya belum bisa menentukan langkah yang akan ditempuh, karena pemberitahuan
dari MA tentang penolakan PK belum diterima.
"Kami
tidak bisa memberikan tanggapan apa pun karena belum mendapat pemberitahuan apa
pun dari MA," kata Josefina saat dihubungi Tirto.
Sumber
: tirto.id
0 Response to "PK Ditolak, Nasib Ahok Bergantung Pada Jokowi. Akankah Jokowi Mengabulkan ?"
Post a Comment